
Dulu kita mengira Generative AI seperti ChatGPT sudah cukup mengancam pekerjaan. Namun kini hadir Agentic AI — bentuk kecerdasan buatan yang lebih canggih, mandiri, dan mampu menggantikan peran manusia dalam eksekusi, strategi, hingga pengambilan keputusan bisnis.
CEO Nvidia, Jensen Huang, menyebut Agentic AI sebagai era baru yang melampaui generatif AI. Teknologi ini bisa membuat keputusan sendiri, mengelola tugas kompleks, bahkan bertindak sebagai “karyawan digital” yang tidak lelah dan bisa beroperasi 24 jam. Ia menyebut departemen IT ke depan akan berfungsi layaknya divisi HR untuk mengatur dan mengelola para agen AI ini.
Apa Itu Agentic AI dan Mengapa Menakutkan?
Agentic AI adalah evolusi dari tiga tahap sebelumnya dalam perkembangan AI:
- Perception AI (pengenalan suara/wajah)
- Generative AI (pembuat konten seperti teks, gambar, video)
- Agentic AI (agen mandiri yang mampu merencanakan, menganalisa, dan mengeksekusi)
- Physical AI (robot fisik seperti kendaraan otonom)
Berbeda dengan Generative AI yang menunggu perintah manusia, Agentic AI bersifat proaktif — ia bisa menetapkan tujuan sendiri, mengatur strategi, dan menyelesaikan tugas tanpa supervisi.
Contoh Nyata Penerapan Agentic AI
- Layanan pelanggan: AI seperti EMA di California dapat menyelesaikan keluhan pelanggan, memberikan kompensasi otomatis, dan menganalisis database secara real-time.
- Manufaktur: Perusahaan Jerman juna.ai menggunakan AI untuk mendeteksi potensi kerusakan mesin sebelum terjadi.
- Penjualan: Salesforce menciptakan AgentForce, agen AI untuk menjadwalkan pertemuan, mengatur email, hingga mempermudah CRM.
Google, OpenAI, dan banyak perusahaan teknologi lain kini berlomba menciptakan model AI yang bisa merencanakan, bertindak, dan belajar secara otonom.
Manfaat vs Risiko
Manfaat Agentic AI jelas:
- Efisiensi operasional
- Kecepatan analisis data
- Inovasi produk lebih cepat
- Biaya operasional lebih rendah
Namun risikonya tak kalah besar:
- Transparansi rendah: Sulit memahami keputusan yang diambil AI.
- Kecanduan otomatisasi: Manusia semakin tergantung.
- Kesenjangan digital: Mereka yang tak beradaptasi akan tertinggal.
- Hilangkan peran manusia: Terutama dalam pekerjaan administratif dan strategis.
Solusi: Kolaborasi, Bukan Dominasi
Agar Agentic AI tidak menjadi bencana, perlu:
- Strategi integrasi manusia-AI yang jelas.
- Pengawasan manusia terhadap keputusan AI.
- Pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) SDM.
Manusia tetap perlu memimpin dengan empati dan kreativitas, sementara AI menjalankan otomatisasi teknis dan analitis.